taupasar.com

we read, we create and we share it.

Memahami Marketing Mix 4P dalam Dunia Politik

Marketing Politik sudah bukan hal aneh saat ini. Apalagi dengan intensitas suhu politik dalam beberapa tahun terakhir membuat banyak orang yang ingin berbuat lebih efektif ketimbang hanya sekedar kamapanye atau masuk media masa untuk poluper.



Sama seperti prinsip dan ilmu marketing pada umumnya, dalam marketing politik junga mengenal bauran pemasaran atau marketing mix (4P). Banyak orang menyebutnya markting politic mix. Apa saja 4P dalam marketing politic mix? berikut pemaparannya.

a. Product

Product yang ditawarkan dalam marketing politik berbeda dengan marketing komersial karena lebih kompleks, dimana pemilih akan menikmatinya setelah partai atau kandidat terpilih.

President, Indonesia, Jokowi

Seorang kandidat atau sebuah partai yang ingin memperoleh kemenangan tidak bisa melepaskan persoalan image; pakaian, sikap, pernyataan, dan tindakan kandidat dapat membentuk kesan di benak pasar. Istilah yang sering digunakan untuk membentuk image bagi sebuah produk adalah konsep produk. Tema utamanya adalah dengan membangun “unique selling proposition” atau “promised benefit” dari sebuah produk.

Kandidat atau partai harus cermat dalam memilih konsep produk yang akan dipasarkan. Apakah kandidat atau partai ingin diasumsikan sebagai reformer, negarawan yang bijak atau figur yang cerdas, bergantung pada sumber daya kandidat, kebutuhan pasar dan kondisi oponen. Konsep produk bukan sekedar sebuah slogan; konsep produk menyangkut semua kebutuhan dalam implementasi kampanye politik yang mencakup koalisi yang dibentuk, pernyataan yang dibuat, penampilan di depan publik, dan berbagai hal lain.

Pasar atau pemilih mencari sesuatu dari kandidat; umumnya mereka mencari janji atau jawaban atas permasalahan yang mereka hadapi. Kandidat atau parpol harus menyerap pesan-pesan yang ada di tengah pasar untuk kemudian mengemas pesan pasar itu menjadi sebuah konsep produk. Kandidat tidak perlu membuat sebuah konsep yang ideal, tapi cukup dengan membuat konsep yang dapat menjadikannya berada di posisi terbaik untuk menawarkan produknya dibanding kandidat lain.

Niffenegger, dalam Firmanzah, membagi produk politik dalam tiga kategori; Pertama, Platform partai atau kandidat yang berisi konsep, ideologi dan program kerja. Kedua,  Post record atau catatan tentang hal-hal yang dilakukan di masa lalu dalam pembentukan sebuah produk politik. Ketiga, Karakteristik personal seorang kandidat atau sebuah partai dalam memberikan citra, simbol dan kredibilitas produk politik.

Henneberg menyatakan produk politik mencakup; (1) Atribut personal, seperti karakteristik kandidat; (2) Maksud politik, seperti isu-isu politik tertentu yang dikomunikasikan kandidat; (3) Kerangka ideologis (ideological framework), seperti kepercayaan dan sikap kandidat.

Produk politik dalam penelitian ini mencakup; Pertama, Karakter personal atau brand image kandidat, yang mencakup karakter fisik dan non-fisik kandidat; Kedua, Platform kandidat, yang meliputi ideologi, konsep dan program kerja kandidat; Ketiga, Track-record kandidat, terutama dalam soal kepemimpinan dan kenegarawanan.

Produk politik bersifat tidak nyata, sangat terkait dengan sistem nilai, harapan, visi, dan kepuasan masyarakat. Produk politik ini nantinya akan dipropagandakan melalui iklan politik lewat berbagai media yang dibutuhkan. Kunci sukses dalam menawarkan dan menjual produk politik kepada pasar adalah dengan melakukan unique selling point dan unique selling proposition produk.

Unique selling point merupakan nilai unik yang dimiliki produk yang mempunyai keunggulan berbeda dari produk lain dan mempunyai daya jual. Misalnya, jika ideologi keagamaan atau nasionalisme sudah dianggap sebagai idelogi yang klise oleh pasar, maka kandidat bisa menampilkan ideologi baru berupa nasionalisme-religius. Karena belum ada di tengah political marketplace, maka ideologi ini unik dan berbeda.

Unique selling proposition merupakan keunikan penampilan produk. Misalnya, jika ideologi keagamaan selalu ditunjukan dengan menggunakan atribut sorban, kerudung atau salib, sementara ideologi nasionalisme selalu ditunjukan menggunakan atribut bendera merah-putih, maka ideologi nasionalisme-religius ditunjukan dengan menggunakan atribut setelan safari dengan peci hitam.

b. Price

Ppc, Pemasaran, Klik, Pengiklan, Per, Iklan, Membayar

Price atau harga dalam marketing politik menyangkut banyak hal, mulai dari ekonomi, psikologis sampai ke citra nasional. Harga ekonomi menyangkut semua biaya yang dikeluarkan untuk membayar iklan, publikasi, rapat-rapat, hingga biaya administrasi. Harga psikologis menyangkut pada harga persepsi psikologis seperti kenyamanan pemilih dengan latar belakang (agama, ras, pendidikan, etnis, dan lain-lain) yang dimiliki oleh seorang kandidat. Harga citra nasional berkaitan dengan kepuasan pemilih terhadap citra positif kandidat.

Menurut Niffenegger, harga politik dalam marketing politik adalah bangunan psikologis yang dibentuk oleh perasaan pemilih atas harapan dan ketidaknyamanan nasional, ekonomi dan psikolog.

Perbedaan antara harga dalam marketing politik dengan marketing komersial adalah tidak dikenakannya biaya kepada pasar dalam proses pembelian produk politik. Sebagai contoh, pemilih tidak akan dipungut biaya ketika melakukan pemilihan di dalam bilik suara.

Harga (price) dalam penelitian ini adalah; (1) harga ekonomi, yakni biaya yang dikeluarkan dan didapat dalam proses kampanye politik kandidat, dan biaya yang didapat pemilih dari kandidat; (2) harga psikologis, yakni kepuasan dan rasa saling menguntungkan yang didapat kandidat dan pemilih; (3) harga politis, yakni nilai-nilai politis yang didapat kandidat dan pemilih  dalam transaksi yang dilakukan.

c. Place

Peta, Pin, Ikon, Peta Pin, Perjalanan, Tepat, Tujuan

Place atau tempat berkaitan dengan cara hadir atau distribusi parpol atau kandidat politik dan kemampuannya dalam berkomunikasi dengan para pemilih. Place dalam marketing politik bisa berbentuk roadshow, kampanye, safari politik, temu kader, dan lain sebagainya. Place diartikan pula sebagai distribusi jaringan yang berisi orang dan institusi yang terkait dengan aliran produk politik kepada masyarakat secara luas, sehingga masyarakat dapat merasakan dan mengakses produk politik dengan lebih mudah.

Menurut Henneberg, place merupakan distribusi kandidat sebagai pengganti produk melalui even-even kampanye, pengerahan massa atau tatap muka kepada massa. Dan distribusi grassroot yang memberikan dukungannya melalui kampanye atau penyebaran selebaran dalam kampanye yang dilakukan kandidat.

Place dalam penelitian ini adalah lokasi atau distribusi yang menyangkut pada persoalan di mana produk politik akan dijual dan bagaimana produk tersebut dapat sampai kepada pemilih.

d. Promotion

Pertemuan, Administrasi, Kepala, Orang-Orang, Wanita

Promotion menyangkut cara-cara yang digunakan dalam menyebarkan dan mempropagandakan produk-produk politik. Tidak jarang sebuah parpol atau seorang kandidat bekerja sama dengan agen iklan dalam membangun slogan (tagline), jargon dan citra yang akan ditampilkan.

Hal terpenting dalam proses promosi politik adalah pemilihan media yang tepat agar transfer pesan politik sampai kepada masyarakat. Karena itu sangat valid jika dikatakan bahwa penggunaan televisi nasional kurang tepat untuk melakukan kampanye dalam Pilkada karena terlalu luas dan mahal. Jika, misalnya, hanya mencalonkan diri menjadi Walikota Tangerang Selatan, tidak perlu berpromosi di televisi nasional yang jangkauannya ke seluruh Indonesia dimana sebagian besar pemirsanya bukan calon pemilih atau masyarakat Tangerang Selatan. Ini seperti membeli sebuah sepatu bermerk Belly; sepatunya memang bagus karena mahal, namun ukurannya kebesaran.


Referensi:

  1. Bruce I. Newman, Handbook of Political Marketing (California: Sage Publication, 1999).
  2. Firmanzah, Marketing Politik; Antara Pemahaman dan Realitas (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008).
Related Posts