taupasar.com

we read, we create and we share it.

Riset : Mengapa Orang Indonesia Lebih Suka Menabung Dibandingkan Invenstasi?

- taupasar.comMengapa Orang Indonesia Lebih Suka Menabung Dibandingkan Invenstasi?

Bagi orang yang belajar ekonomi rumus ekonomi yang menyatakan bahwa pendapatan ideal sama dengan jumlah biaya konsumsi(C), investasi(I), tabungan(S) dan pajak(T) adalah teori dasar dalam perencanaan keuangan. Artinya jika mengacu pada rumus tersebut, ketika seseorang sudah memiliki pendapatan yang lebih untuk memenuhi “C” atau konsumsi maka uang tersebut seharusnya dialokasikan ke (I) atau investasi.

Mengapa Orang Indonesia Lebih Suka Menabung Dibandingkan Invenstasi?

Namun tahukah anda jika masayarakat Indonesia memiliki kebiasan unik yang sedikit berbeda dari rumus ekonomi ideal di atas.

Sebuah riset menyatakan bahwa sembilan puluh persen masyarakat Asia Pasifik memiliki rencana untuk menabung dengan jumlah yang sama atau lebih untuk enam bulan ke depan, demikian temuan dari survei Consumer Purchasing Priorities – Money Management, yang dirilis MasterCard.

Empat puluh tiga persen dari konsumen, termasuk mereka yang ada di Malaysia, Filipina, dan Thailand, berencana menabung dengan jumlah yang lebih banyak untuk beberapa bulan mendatang. Sementara itu, sekitar 89% konsumen di Indonesia, berencana untuk menabung dengan jumlah yang sama.

Menariknya, survei ini juga menemukan bahwa hampir 90% konsumen di Asia Pasifik mengatakan sangat mengerti pengaturan anggaran belanja. Namun 40% dari mereka yang disurvei mengaku mengalami kesulitan dalam menyisihkan uang dan hampir sepertiga dari responden memiliki masalah dalam mengendalikan tagihan.

Irni Palar, Country Manager MasterCard Indonesia mengatakan bahwa di Indonesia sendiri sekitar 58% orang menabung untuk keperluan investasi dan 35% untuk pemenuhan kebutuhan paska pensiun.

Hal tersebut mengarah pada kemampuan bertahan yang cukup kuat, di mana 22% konsumen di Indonesia merasa dapat bertahan hidup hingga rata-rata lima bulan dengan tabungan yang mereka miliki.

Hasil lainnya dalam survei ini antara lain:

  1. Konsumen memiliki sikap konservatif dengan uang mereka – 72% responden terdorong untuk menabung untuk kepentingan darurat mereka.
  2. Rata-rata, untuk enam bulan ke depan, konsumen di Asia Pasifik berencana untuk menabung hingga hampir seperlima (19%) dari total pendapatan mereka.
  3. Konsumen di Asia Pasifik menabung untuk masa depan mereka; dengan 45% mengatakan bahwa investasi adalah alasan utama mengapa mereka menabung; 40% mengatakan untuk simpanan saat masa pensiun; dan 36% mengatakan bahwa pembelian dan renovasi rumah adalah alasan mengapa mereka menabung.
  4. Dan konsumen di Asia Pasifik memperkirakan bahwa mereka dapat hidup untuk rata-rata selama lima bulan dengan uang tabungan mereka, jika mereka kehilangan seluruh pendapatan mereka.
Temuan MasterCard ini sendiri bukanlah suatu hal yang mengejutkan. Menurut International Monetary Fund, kawasan Asia Pasifik memang dikenal dengan budaya menabung yang kuat.

Pierre Burret, Head of Delivery, Quality and Resource Management untuk Eropa, Asia, Pasifik, Timur Tengah & Afrika, MasterCard Advisors percaya bahwa keinginan menyisihkan uang untuk keperluan darurat merefleksikan pandangan tentang kondisi ekonomi Asia Pasifik yang diperkirakan mengalami pertumbuhan PDB sebesar 5,5% pada tahun ini.

“Konsumen akan terus memprioritaskan menabung – melindungi aset masa depan mereka seperti dana pensiun, dan memangkas pembelian barang-barang yang kurang perlu untuk menjamin stabilitas finansial mereka di masa yang akan datang,” katanya.

Jika dikaitkan dengan pelemahan ekonomi saat ini dan kebijakan moneter maupun fiskal yang dikeluarkan oleh pemerintah maka sebaiknya jika ingin menggerakkan ekonomi makro dengan efek besar, kebijakan harus juga berfokus pada bagaimana para nasabah mau mengalokasikan tabungan mereka ke investasi.

Sederhananya jika dana ini hanya mengendap di bank saja dibanding dana itu di”putar” dalam bentuk investasi pasti lebih banyak efek posiitifnya jika di alokasikan ke investasi. Ada resiko tentu, namun peluang untuk menggerakkan ekonomi makro secara siginifikan sehingga kembali bergairah memerlukan kerjamasama dalam bidang investasi antara pemerintah, pelaku usaha dan para pemilik modal(tabungan).

Referensi : Riset Mastercard Indonesia via majalah marketing
Editor : Sigit Ardho

Related Posts